Rabu, 26 Januari 2011
Kalau seperti biasa aku mereview buku hanya sekilas saja tanpa menonjolkan bagian mana yang paling menarik, kali ini saya ingin mengungkapkan isi hati saya terhadap buku yang baru habis saya baca ini, Novel kedua dari trilogi 5 menara, Ranah 3 Warna.

Ranah 3 warna menceritakan tentang perjuangan Alif setelah tamat dari Pondok Madani, menghadapi berbagai macam cobaan yang dihadapi membuat mantra "Man Jadda Wajadda" tidak cukup sakti dalam memenangkan hidup.

Banyak hal menarik dan pesan yang saya dapatkan dalam buku ini,

Yang pertama ialah Man Shabara Zhafira (siapa yang bersabar akan beruntung).  Orang yang sabar maka dia akan beruntung. Man Jadda Wajadda (Siapa yang bersungguh-sungguh akan sukses). Antara kesungguhan dan kesuksesan tidaklah bersebelahan, tapi ada jarak. Jarak tersebut hanya bisa diisi kesabaran. Itulah yang saya lihat mendasari novel ini. Saya yakin novel ketiga dari trilogi 5 menara, didasari oleh "man sara ala Darbi washala" (siapa yang berjalan dijalannya akan sampai ke tujuan).

Yang kedua ialah pada bab 19, "Jangan Remehkan Meminjam". Wow, karena saya termasuk orang yang sering meminjam sebuah barang kepada sahabat-sahabat saya di Bandung. Walaupun tidak ada kerusakan seperti yang dialami Alif dan Randai yang menyebabkan persahabatan mereka merenggang karena meminjam barang. Hal yang bisa saya ambil pelajaran, bahwa meminjam lebih berbahaya daripada meminta.

Yang ketiga ialah pesan Kiai Rais dalam novel ini, yaitu "Jangan cari kemuliaan di kampung sendiri. Sungguh kemuliaan itu ada dalam perantauan di usia muda". Ini mengingatkanku akan cita-citaku menjadi seorang penemu.  Maka merantaulah selagi engkau masih muda, dan itulah keinginanku juga merantau ke negeri orang. Doakanlah saya teman-temanku.

Yang keempat ialah pada bab ke 23, "Jurus Golok Kembar Kiai Rais". Pesan yang terkandung mengandung inti adalah serius menjalani hidup ini, man jadda wajadda dan man shabara zhafira merupakan kombinasi terkuat dalam menggapai kesuksesan. Walaupun kita memiliki berbagai kemampuan, otak yang cerdas, apabila kita tidak serius menjalani hidup ini, kita akan tertinggal dengan orang lain. Namun walaupun otak kita yang biasa-biasa saja namun selalu bisa diperkuat ilmu dan pengalaman, usaha yang sungguh-sungguh dan sabar akan mengalahkan usaha yang biasa-biasa saja.

Yang kelima ialah pada bab ke 24 "Kambanglah Bungo", dalam hal ini saya kagum atas pemikiran penulis bahwa kemampuan untuk mengekspresikan ide dalam bentuk tulisan adalah bukti bangsa peradaban tinggi. Saya sangat setuju akan hal ini, akan lebih bagus lagi apabila ide yang sudah dipaparkan akan dilanjutkan menjadi bentuk nyata. Janganlah hanya menjadi sebuah ide. Itu harapan saya buat bangsaku.

Yang keenam ialah pengalaman berharga saya dapatkan dari cerita ini. Seperti saya mengalami sendiri ketika Alif berada di Amman, Yordania dan Quebec, Kanada. Terutama di kehidupan di Quebec memberikan gambaran mengenai kemakmuran dari suatu negara maju. Saya ingin sekali negara Indonesia dapat seperti itu. Apabila negara ini juga man jadda wajadda dan man shabara zhafira, InsyaAllah hal itu dapat tercapai.

Yang ketujuh yaitu perasaan haru yang sangat tentang negeri sendiri di negeri perantauan. Semangat nasionalisme semakin menjadi ketika kita hidup di negeri orang. Janganlah negeri kita tercinta ini dilupakan apabila kita sudah berhasil hidup di negeri orang, tapi harumkanlah negeri kita di negeri orang.

Masih banyak hal yang menarik yang didapatkan dalam buku ini. Bahkan tiap bab memiliki pesan yang berbeda dengan bab lainnya. Namun ketujuh inlah yang paling menarik bagi saya.

Bersabar dan Ikhlaslah dalam setiap langkah perbuatan.
Terus meneruslah berbuat baik, ketika di kampung dan di rantau.
Jauhilah perbuatan buruk, dan ketahuilah pelakuknya pasti diganjar, di perut bumi dan di atas bumi.
Bersabarlah menyongsong musibah yang terjadi dalam waktu yang mengalir.
Sungguh di dalam sabar ada pintu sukses dan impian kan tercapai.
Jangan cari kemuliaan di kampung kelahiranmu.
Sungguh kemuliaan itu ada dalam perantauan di usia muda.
Singsingkan lengan baju dan bersungguh-sunggulah menggapai impian.
Karena kemuliaan tak akan bisa diraih dengan kemalasan.
Jangan bersilat kata dengan orang yang tak mengerti apa yang kau katakan.
Karena debat kusir adalah pangkal keburukan.
disadur dari buku Ranah 3 Warna 
diterjemahkan bebas dari syair Sayyid Ahmad Hasyimi

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Wuih, cepet banget udah selesai aja. Malah udah dibikin review, lagi! Mantap.

Semoga pesannya bisa memotivasi kita untuk lebih mencintai Indonesia dan selalu berbuat kebaikan. Aamiin.

Muhammad Rezky Pratama mengatakan...

Amin.. Semoga kita bisa turut mengharumkan Indonesia di tingkat Internasional. InsyaAllah.

Posting Komentar